Makan Cibubur: Kue/Kwe Cap RM Athat Kota Wisata

Mumpung lagi rajin (maksudnya rajin jajan), ayoklah hidupkan lagi nulis2 soal makanan di Cibubur dan sekitar. Cibubur dalam artian sebelom Cileungsi ya… jadi bukan Cibubur per batasan daerah administrasi, hahahahaa….

Selama dirawat kemaren, maklum pasien bukan COVID jadi nafsu makan nggak terganggu. Yang ada malah lapeer melulu (mungkin karena kegiatan cuma tidur dan coba2 kerja dikit ya) jadi agak hiperaktif mesen2 gofood. Salah satu yang dipengenin banget adalah masakan babi. Setelah browsing2 cukup kaget juga karena ketemu beberapa resto babi di Kota Wisata.

Kemaren iseng mampir ke salah satu Chinese food dengan rating diatas 4.5 di Gofood, RM Athat. Rumah makan Kalimantan (Singkawang) ini terletak di deretan Ruko Canadian Broadway. Jadi kelompok Ruko itu kan panjang ya, terpisah jembatan. Baru tau ternyata Ruko Canadian cluster ketiga adalah pusatnya babi-babian. Di seberang Athat ada nasi campur Nona Li, ada BPK, dan suprisingly, ada RM Siangkaan cabang BKN Cililitan. Ada juga resto perbabian lain yg gue lupa namanya apa, tapi kayaknya itu sentra babi Kowis hahahhahaa… (Happy dance).

Waktu masuk ke Athat, sebenernya yang dicari bakmi babi. Pengennya model bakmi siantar yang ada topping chasiu dan panggang gitu. Pas mesen, liat di menu ternyata bakmi yang dimaksud adalah bakmi goreng. Terus gue tanya, ada bakmi kuah nggak? Kata encinya ada, okelah pesan satu. Terus waktu liat2 menu ada menu lepasan dengan tulisan paket Kue Cap – 35ribu. Si enci nya bilang, “mau coba nggak ci? Bakso tahu pake kuetiauw lebar, enak lho, banyak yang suka”. Baiklah karena gue penasaran, coba bungkus aja.

Pas dateng mie-nya ternyata nggak sesuai ekspektasi gue. Jadinya lebih mirip mie masak daripada bakmi Siantar. Bakminya juga pake mie telor, kuahnya banyak, daging babinya iris dan direbus dalam kuah. Kenyang sih, tapi beda aja sama yang dipengenin. Salah juga sih, udah tau aslinya mie goreng minta dikuahin.

Nak, kue cap-nya gue makan buat dinner. Tampilannya:

Yang kiri lembaran seperti kuetiaw tapi lebih lebar dan digulung. Yang kanan sup isi tahu, bakso (kayaknya home made), irisan daging, dan yang coklat2 itu adalah kulit!! Wow. Ini pertama kali gue makan kue cap jadi google dulu untuk tau apa sih isinya. Terus yang bikin lengkap adalah sambelnya yang ada asem2nya. Pedasnya nggak nyengit, tapi rasa kontrasnya cocok banget buat ngimbangin gurihnya kuah.

Full set. Dibungkusnya begini, mienya sendiri, kuah dan bakso2nya sendiri

Gue memang penggemar kuah2. Kalo malem, gue biasanya cari kuah. Jadi kue cap buat gue pas banget dengan selera ke-kuah-an ku. Gue makannya mie-nya sesuap, terus kuah, gitu ganti2, soalnya kalo digabung gak muat mangkoknya. Enci-nya ngasih kuah gak pelit. Seneng deh… biasanya yang kayak gini kuahnya gue bekuin sedikit jadi pas di rumah gak ada kuah2 gue masih ada persediaan kuah. Mie-nya sendiri mungkin gak semua bisa nerima ya, karena teksturnya yang lembek2 gitu. Tapi ada bagian2 yg tergulung kayak silinder dan gak lembek banget jadi mudah dimakan.

Kulit babi yang walaupun gak garing lagi (iyalah, kerendam) tapi enak banget dan gak asin. Jual kerupuk kulit gak ya?

Jadi walaupun gue gak berjodoh dengan bakminya Athat, tapi seneng banget nyobain makanan baru (buat gue). Dengan 35 ribu, this is worth the price. Apalagi kuahnya yang kombinasi gurih asem dengan sambel. Makan ini kayaknya sakit langsung sembuh.

Di Athat ada masakan2 Chinese yang serius, tapi kalo yang porsi sendiri juga ada nasi campur, nasi ayam Hainan, dll. Nasi campurnya kayaknya nasi ayam Kalimantan ya. Mengingat sudah lama banget nggak ke Pontianak, perlu dicoba nih. Someday…. masih banyak resto babi lain yang perlu dicoba!!

Home again

Akhirnya…. pulang! Pagi sudah di-ACC dokter untuk pulang karena hasil ronsen memang menunjukkan perbaikan di paru, tapi nunggu clearance asuransi kan berjam2 ya. Akhirnya jam 4 sore gue baru dipanggil ke Admin untuk menyelesaikan pembayaran. Namanya juga ke RS sendiri, gak ada yang antar. Yang beresin surat menyurat ya pasiennya sendiri dikawal security ke Admin, hahahahaha….

Bye Hospital! It was quite an experience to stay in time of COVID. Those days when I was waiting for the PCR results. The fear of staying for 3 days at isolation ward, wondering if the very air itself was safe, but I made it – thanks be to God.

It was time to reflect and take rest, something that I rarely did. I was able to sleep at 9-10 PM and wake up at 5 without alarm. I took naps. I had nice dream where I can hear mama’s voice clearly. I spent time looked out the window, reflecting on the ongoing rain. I relaxed. And I still managed to get some work done despite typing one handed as the other one was bounded by IV.

I should not, will not neglect myself again. I’m trying to do the best at my job, but I cannot always put me last.

This is my left wrist with puncture marks from those painful attempts to draw blood from my arteries to test my oxygen level. I have another one on my right wrist. This gonna go ugly because I bruise easily. And those needle marks on my hands from the IVs, they’re going black and blue soon. Let this be a reminder to put my health first.

Pindahan infus

Entah kenapa soal infus ini bermasalah banget ya… padahal obat yg perlu dimasukin semuanya lewat infus. Vitamin, obat lambung, 1.5 botol antibiotik, dan lainnya.

Yang ada tiap kali ada obat baru, mulai lagi “drama” ngawasin infusan netes apa nggak. Kalo nggak netes, mulai selangnya dipelintir (sakit!) sampe dialirin cairan bolak balik (sakit buanget)…. kalo nggak bisa juga coba de-clogging selang siapa tau ada gumpalan darah. Kalo semua gak bisa, ya pindahin infusan.

Makanya tiap sore/malem gue stress deh liatin infus. Susternya juga usaha banget untuk berusaha jalanin infus… dengan cara2 yg menyakitkan diatas 😅

Semalam drama dengan botol terakhir antibiotik. Harusnya sih gak usah pindah infusan ya, karena hari ini rencananya sdh mau pulang. Apa daya obatnya gak masuk2 walaupun sudah dicoba segala macam cara, jadi jam 10 malem pindahin lagi infusnya. Baru deh antibiotik sukses masuk semua.

Selama nginep dari Minggu malem, total udah 4 kali pasang infus. Pindah dari kiri ke kanan bolak balik. Kalo upaya lancarin aliran infusan mah 2x sehari ya, sakit mak. Susah memang kalo pasien tangannya aktif, pake ngetik segala. Yang ada infusan kesumbat, goyang, tangan bengkak.

Semoga ini suntikan infus terakhir. Gak sabar nungu kepastian pulang hari ini.

Tampilan infusan setelah kebangun ke toilet. Karena di kanan, keangkat, ya berdarah2 begini
Another heavily rainy morning from my window. Hujan mulai jam 3 pagi.

Bukit Sibolga

Semalam gue tidur sekitar jam 9an setelah selesaikan satu kerjaan. Posisi tangan dengan infus di kanan yg dipaksa ngetik bikin infusnya gak bergerak. Suster terpaksa mencoba bolak-balik untuk ngejalanin infusnya, tapi gak berhasil juga.

Akhirnya nyerah, pindahin infus lagi. Proses antara ‘’memaksa” cairan masuk sampai akhirnya pasang infus baru kan lama dan sakit ya. Bolak balik dimasukin cairan dari jarum suntik ke selang infus… perihnya berasa di pembuluh. Tapi gue ngantuk banget jadi setengah pengerjaan gue tidur. Pas kebangun, 1 botol obat sudah masuk. Tinggal menunggu 2 botol lain masuk.

Gue kebangun jam 2 pagi dan gak bisa tidur. Mau buka laptop dan main hp gak berani, takut posisi infus keganggu lagi. Akhirnya bengong sendiri dalam gelap dan ingat macam2. Terus gue berdoa dan berusaha cari tidur.

Diantara posisi tidur dan bangun, gue serasa lagi pergi sama my best friend, Nan, ke sebuah kafe di Menteng. Mind you, Nan itu orangnya jarang nongkrong jajan2 sangkin sibuknya. The real bu boss lah. Dan Nan sekarang kerjanya diluar negeri. Jadi somehow pergi dengan Nan bersama anak2nya dan kita duduk di kafe. Terus dia kasih tas longchamp tote (how specific!) dan bilang, eh your mom called.

Lalu di mimpi gue angkat HP dan denger suara mama.

“Halo, Kak?”

“Halo, mama dimana?”

“Dimana ya….”

“Lho gimana…. masa gak tau dimana?”

“Di bukit.”

“Bukit mana?”

“Bukit Sibolga.”

Terus suara mama ketawa.

Gue langsung terbangun. It was surreal, it sounds just like her. Her laughter, her raspy voice, her intonation. And very much like her, saying things like that.

Gue nggak jadi ketakutan atau gimana, tapi malah senyum. Gue bukan berasa dihantui, tapi merasa amazed. When I feel a bit down, lalu dapet mimpi manis ini. She’s gone, she’s no longer here, but my memory of her is still so fresh.

Hi mama, I miss you so much. Jangan sedih ya liat anaknya dirawat di RS sendiri. I’m okay, gak apa2 kok gak ada yg nungguin. I can manage. All those years taking care of you in hospital pays off. I don’t get nervous or spooked easily by all this medical thingy. I can talk to the doctors and nurses. I don’t feel helpless. I can manage on my own in isolation, even with one hand tied by IV. Terima kasih sudah muncul di mimpi singkat ini. Someday I’ll find out whether or not there is a Bukit Sibolga or is it something you made up.

Dobel negatif

Hari ini resmi mendapat pemberitahuan bahwa hasil PCR negatif untuk kedua kalinya. Kemaren sudah dapat hasil negatif yang pertama, tapi prosedur disini mengharuskan 2x PCR negatif berturut2 sebelum boleh keluar ruang isolasi.

Puji Tuhan, lega banget. Lebih karena berarti orang rumah tidak kena resiko, terutama lagi karena seminggu sebelum sakit gue ada acara training kantor dan ketemu staf yg lain. Pasti mereka deg2an juga kan nunggu hasil PCR gue dan apa dampaknya bagi mereka.

Selama status PCR gue blm keluar, gue diperlakukan seperti pasien COVID dengan obat dan vitamin yg banyak banget. Antibiotik, antivirus, obat apa lah entah masuk semua. Infus ganti2 mulai yg cair sampe yg pekat jadi sakit masuknya. Tapi ya sudah, memang harus begini.

Sambil menunggu habis ini dipindah ke ruang rawat biasa, lanjut kerja aja setelah tadi sempat tidur dari jam 7-9 pagi.

Pemandangan jendela luar

Sebentar lagi pisah nih sama ruang isolasi yg super nyaman. Ternyata dikasih kelas VIP padahal gue gak minta. Berarti emang sudah di-ok-in sama asuransi. Bersyukur lagi, bertahun2 bayar asuransi kesehatan kepake saat dibutuhkan. Puji Tuhan.

Pemandangan dari ruang isolasi. Kadang gue pindah bengong ke sofa dan liatin jendela. Agak ribet sih karena gak ada gantungan infus beroda jadi musti angkat2 infus sendiri.
Kamar rawat non-isolasi. Decent size. Sekamar sendiri dan gue upgrade supaya dapat kamar mandi dalam. Cuma pemandangannya exhaust 😄
Upgrade dari kelas 1 ke standar demi dapet kamar mandi sendiri. I think it was the best decision. Gak kebayang kalo harus share kamar mandi, apalagi karena gue sendirian dan gak ada yg bisa tolongin bersih2 sebelom gue pake.

Nginep di ruang isolasi

Setelah seminggu demam, batuk berdahak dan sakit tenggorokan, akhirnya gue nyerah. Sudah usaha ke dokter, sudah minum antibiotik selama 5 hari, tapi nggak berasa ada perubahan. Kalo yang biasanya dibawa tidur 2 hari sudah mendingan, ini…. ya tidur doang. Mendingannya nggak. Padahal bela2in 2 hari libur kemaren dihabisin tidur dengan tujuan supaya bisa fokus revisi workplan. Eh waktunya doang abis buat tidur, saatnya bangun demam dan batuk gak enak akibatnya gak kerja juga.

Begitu tau bahwa sudah 5 hari demam, ade gue langsung suruh rapid test saja. Hari gini ya, pasti kekhawatiran utama kita adalah Covid. Pas pagi si ade ipar ternyata lagi dirawat juga karena panas2 gak jelas. Akhirnya setelah konsultasi dengan adik suami-istri, gue berangkat sendiri aja ke IGD RS yang sama di Cibubur.

Namanya juga RS zaman now, pasien bisa dateng sendiri ke RS tanpa pendamping. Petugas yg nyamperin untuk isi2 formulir dan urus asuransi, termasuk juga tanda tangan consent forms. Terus gak ada tuh seperti rasa iba kok pasien gak ada yg nemenin. “Ibu ada yang mengantar? Oh tidak ada, kalau begitu ibu tanda tangan disini sebagai pasien/saya, ya”. Udah, segitu doang percakapannya.

Valentine’s day di IGD

So my rapid test was negative but my x-ray shows pneumonia on both lungs. No change in smell, taste and appetite. However they want me to take full PCR test. Sempet tadi sakit banget diambil darah sampe 2x untuk uji saturasi oksigen dari arteri, ditusuknya dalem banget. Gak tau deh apakah sampel terakhir yg diambil sudah sukses atau musti ambil lagi. Semoga cukup ya, sakit soalnya. Kalo gini jadi inget alm. mama yang luar biasa kuat ditusuk2 ambil darah dan entah dimasukin obat apa…. aku emang remukan rengginang kalo dibanding mama 😅

Setelah drama beberapa jam dengan pihak asuransi (pernah ganti polis tapi gak dikirimin kartu baru), akhirnya gue masuk ruang isolasi juga. Sengaja dimasukin ruang isolasi karena tes PCRnya kan baru bisa besok, kayaknya di RS ini gak ada lab. Sambil menunggu diisolasi aja. Puji Tuhan, kamarnya bagus banget. Kekesalan dan bawaan pengen ngamuk karena nunggu clearance asuransi jadi hilang.

Besok pagi akan PCR, lalu lusa katanya PCR lagi. Gak tau deh kenapa 2x tapi ya udah ikutin aja. Berdoa semoga bukan Covid, ya Tuhan… tolong…

Kayak hotel kan?
Kamar mandinya juga luas. Isolasi sultan ini mah

Mid february

How is it mid-February already?

I had a rough January, to say the least. I had a quarterly report due in mid-January, so I worked during my leave to prepare it.

And then, boom, another deadline looming on February 1, which I didn’t remember.

So I’ve been working non stop, under watch from corporate management, with new person as my boss.

We made it through February 1 albeit painfully, and now I’m on the first revision of the work plan – which came slooowwwly as I’ve been sick as a dog for few days. My throat burned painfully, fever, headache. I’ve been sleeping for 2 days but I don’t feel much improved yet.

My brother told me to get tested already.