Setelah beberapa bulan iya nggak, menimbang konsekuensi vs potensi sakit vs biaya (adowww!), akhirnya kemaren jadi juga mulai proses implan gigi yang sudah dicabut. Kan bulan lalu sudah periksa, dan dokter bilang bahwa luka bekas cabut pecahan gigi sudah tertutup rapi dan kayaknya rahang sudah keras. Tambahan lagi, mumpung asuransi masih bisa cover biaya implan.
Estimasi biaya implan untuk geraham (mungkin untuk gigi lain juga sama):
Implan (ini seperti mur yang ditanam ke tulang rahang): USD 1,500 –> beneran, gak salah baca!
Crown (ini gigi tiruannya yang kemudian dipasang dengan baut ke dalam implan): Rp 4,000,000
Bone graft (kalau diperlukan, kalau penulangan implan tidak sesuai dengan yang diharapkan): USD 95
Membrane (ini kurang jelas apaan sebenernya): Rp 1,000,000
Belum lagi tambahan lain seperti biaya kontrol, X-ray 3D (Rp 500,000) dan obat2an.
Total jendral buat implan: sekitar Rp. 24 juta. Pas pertama kali tanya harga, pengen pingsan di tempat, nggak nyangka segitu mahalnya. Kirain paling mahal 5 jutaan. Kenapa mahal? Karena ini tipe gigi tiruan yang ditanam, bukan yang dilepas2. Memang untuk menutupi gigi yang hilang bisa saja nggak usah pakai gigi palsu, tapi pakai bridge dimana dibikinkan ‘jembatan’ yang menghubungkan gigi kiri, daerah gigi hilang, dan gigi kanannya, lalu di’selimuti’ jadi seperti jembatan panjang antara 3 gigi. Tapi 2 gigi sebelah2nya harus dikikis supaya muat jembatannya. Kalo seandainya gigi kanan kiri juga rusak, mungkin nggak apa2 pakai bridge. Tapi kalau gigi sebelah2nya bagus, amat sayang kalau harus di’rusak’ demi bridge. Dokter gigi sih pasti akan sangat menyarankan mempertahankan gigi kalau gak bermasalah, soalnya sebaik2nya yang buatan tetep lebih baik yang alami.
Sebelah kanan: implan DP mobil. Cakep ya?
Lalu kenapa nggak boleh dibiarkan aja gigi yang hilang tetap kosong? Karena gigi itu saling bersandar dan saling berpasangan. Kalau ada tempat yang kosong, otomatis gigi kanan dan kiri yang kosong itu kehilangan sandaran, dan gigi akan bergeser atau goyang. Gigi atas yang harusnya ketemu dengan gigi yang hilang itu juga akan ‘turun’ kalau nggak ada pasangannya. Buktinya, hasil medical check up kemaren (di rumah sakit yang beda, dengan dokter yang beda) menyatakan bahwa gusi atas gue udah turun. Itu karena si geraham bawahnya nggak ada…..
Kalau denger kayak gini, kembali terpikir, tubuh manusia itu benar2 terdesain dengan komprehensif, terintegrasi, dan ada simetri dan keteraturan. Satu hal mempengaruhi hal yang lain….
Singkat kata, diputuskanlah menggunakan implan tanam. Asuransi kantor lama sudah setuju dengan cost estimate ini, dan gue udah siap2 (mental) untuk membayar 20% dari proses ini. Tapi sekali lagi, dasar gue tuh pemalas. Bukannya dari dulu mulai proses implan, tapi ditunda2. Nggak kebayang bahwa implan itu tidak bisa dilakukan sekali datang tapi bertahap – butuh sekitar 6 bulan deh prosesnya. Kenapa lama? Cabut gigi yang pecah, abis itu nunggu 3 bulan sampai luka cabutan ketutup dan terjadi penulangan, baru masukin implan, trus nunggu 3 bulan lagi supaya terjadi penulangan lagi dan implan menyatu sama rahang, baru ditanam connector dan cetak crown, baru pasang crown, Yah keburu lewat lah masa pertanggungan asuransi lama. Tapi karena komponen paling mahal adalah bayar implannya, maka biarpun last minute gue jalanin. Biar gimana pun, dimana pun gue bekerja nantinya, nggak etis lah kalau baru 1 bulan kerja langsung masukin bon implan sebesar USD 1,500. Pikir gue, syukur kalau komponen itu sudah ada yang nanggung. Nanti buat crown dll, semoga Tuhan kasih rejeki. Amin!
Sebelum ketemu sama dokter, sengaja menyenangkan hati dengan sarapan enak. Walaupun dari dokter gizi disuruhnya sarapan hanya setangkup roti dan teh tawar, tapi karena sadar bahwa gue gak akan bisa makan enak seharian, maka sarapan hari ini agak digeber. Berhubung perginya nebeng, sambil nunggu tebengan beli egg muffin di McD (trus nyesel, karena gak suka bau melted cheese-nya). Lalu di Tebet, gak jauh dari dokter gigi, makan Somay Pink karena inget beberapa hari lalu ngileeer banget pengen makan somay. Abis itu baru jalan ke dokter gigi, sikat gigi, dan siap2 mental.
Bersyukur banget, dokter gigi gue itu baik dan empati sekali sama pasien. Sejak masuk, diajak ngobrol kanan kiri. Sempat membahas sakit maag (baik gue maupun si dokter), bahas alergi, dll dsb. Diajak ngobrol terus. Jadi bukan tipe dokter yang langsung ‘yak silakan tiduran mana bor mana selang’. Nggak. He takes time to put me at ease. Waktu proses baru dimulai, belom mulai potong2 baru suntik2 kebal, gue minta time off sebentar karena tegang banget sampe gemeter dikit. Setelah atur napas dan berdoa terus2an, mulai lagi deh. Tau bahwa gue tegangnya minta ampun, si dokter tetep cerita macem2 sambil kerja. Bahkan sampe cerita soal masalah gigi dia sendiri lho…
Kenapa gue gemeter banget? Karena sudah dijelaskan bahwa prosesnya adalah: 1) buka gusi, 2) membor tulang rahang dengan kedalaman yang tepat sehingga tidak terlalu dekat dengan syaraf, bikin lubang yang cukup, 3) tanam implannya, 4) tutup lagi gusinya. Membor tulang itu lah yang bikin gue ngeri, belom lagi kekhawatiran gimana kalo ngebornya kedaleman dan kena syaraf. Kebayang lah gimana gue nggak goyang disko mikirin hal itu. Tapi dari awal sampai akhir, gue berdoa terus. Beberapa hal yang agak menenangkan adalah karena temen gue sudah pengalaman implan sama dokter yang sama dan berhasil, kemudian juga setelah tahu bahwa si dokter ini spesialisasinya memang yang berhubungan dengan syaraf (mungkin perio yah?) jadi implan2 ini memang keahlian beliau.
Pada saat gusi dibor, cuma berasa tekanan aja. Lalu dokter masukin dummy implan untuk ngetes kedalaman dan kelebaran lubang yang sudah dibor. Dummy itu kemudian dicabut dengan tang, jadi agak kaget juga waktu tau2 dokternya minta tang, hahahaha….. Karena kurang pas, dibor lagi, baru kemudian dimasukin implan benerannya. Nah, waktu masukin implan benerannya inilah yang paling horor, karena dipukul pake palu! Dokternya sih bilang, “bu, maaf ya, saya ketok implannya”.
Setelah 5 kali ketok (gak sakit sih, namanya juga dibius), trus hal paling lucu terjadi. Dokternya bilang “kalo nikah, ini udah sah karena udah ketok palu!”. Walaupun mulut penuh dengan alat2, gue jadi ketawa juga saat itu. Kemudian implannya dipotong sesuai kebutuhan, dan gusi dijahit kembali untuk menutupi implan. Sudah, selesai.
Waktunya nggak sampai 1 jam, dan nggak sesakit/nggak nyaman waktu nyabut pecahan geraham yang tertinggal waktu itu. Rasanya legaaaa banget…
Setelah implan, selain sedikit rasa aneh di mulut, nggak ada efek apa2. Nggak sakit, nggak apa. Pulang dari dokter gue jalan ke apotik, cari taksi, dan sempet belanja di Junction. Di rumah juga biasa2 aja. Emang mau makan agak segen, karena masih terlalu baru. Tapi dibanding waktu cabut gigi, implan ini jauh lebih nggak mengganggu. Kalau soal makanan, dianjurkan menghindari yang panas2 dan berkuah beberapa hari ini, trus 15′ habis makan sikat gigi dan kumur dengan Minosep. Selebihnya, dikasih antibiotik dan anti bengkak, plus boleh minum Ponstan kalau diperlukan. H+1, gak ada bengkak apalagi sakit. Malah hari ini gue udah sempet jalanin 2 miles walk exercise-nya Leslie Sanson segala (ini sih nggak ngaruh ya, hehehehe)
Yang sakit, adalah bayarnya. Si dokter selalu ketawa kalau gue bilang implan DP mobil, karena emang biayanya sebesar DP mobil. Dokter nggak tau aja, ini adalah gigi termahal dalam hidup gue. Dulu waktu bolong, pilihan gue adalah root canal atau ganti laptop. Gue milih melakukan root canal untuk mempertahankan si gigi, padahal laptop sangat diperlukan buat disertasi. Eh, setelah pulang ke Indonesia, giginya pecah dan gak bisa dipertahankan. Biaya perawatan, cabut gigi, dan implan penggantinya entah udah berapa. Beneran deh gigi 47 ini, muahaaalllnya nggak terkira kalau mau diitung sejak dari biaya root canal dulu.
Lesson learned: jangan suka menunda-nunda, akibatnya rugi sendiri. Kalau dulu begitu pulang langsung bikin crown buat gigi yang sudah di-root canal, mungkin si gigi gak pecah. Kalau begitu dapet asuransi langsung ke dokter gigi ngurusin implan, biayanya akan ditanggung asuransi, bukan cuma komponen implannya aja. Pelajaran super mahal.
Dental implan, sakitnya emang bukan di mulut. Sakitnya tuh di dompet!
Dokter gigiku yang baik hati dan sangat peduli pasien ini adalah drg. Stephen Enrico (dr. Rico), praktenya di drg. Agus Kadrianto & Associate. Tebet Barat VII/8, telp 829-8005, 830-6244. Klinik ini katanya emang beken. Emang mahal ya, tapi dokternya berkualitas dan yang paling penting, peduli sama pasien!