Hari ini adalah hari kedua (terakhir) dari KKR di gerejaku, yang temanya “Ketika Tuhan Terlambat”. Judulnya agak bikin garuk2 kepala, ya? Bukannya kita selalu diingatkan, indah pada waktunya, Tuhan tahu kebutuhan kita, dll, dsb, tapi kok bisa terlambat, ya?
Tema tersebut dibawakan dengan sangat baik oleh penghotbah Pdt. Andreas Rahardjo. Mendengar khotbahnya, jadi kangen sama Surabaya. Maklum dulu sering sekali tugas ke Surabaya dan cukup akrab mendengar celetukan Suroboyoan yang memang lucu (baik logat maupun isi), tapi cukup keras. Pendeta Andreas khotbahnya ringkas, terstruktur, gak banyak ‘filler’ dan pol dari Alkitab, tapi cukup menempelak juga. Total tiap khotbah nggak sampe 1 jam deh, jadi perhatian fokus kepada isinya.
Supaya nggak lupa, terutama karena ini PENTING banget buat bekal menjalani hari2 depan (dan supaya jangan sampai kita pernah ngambek sama Tuhan, nuduh Tuhan telat!!), maka saya tuliskan saja inti dari khotbah kedua hari ini.
Khotbah di KKR ini mengambil perikop-perikop yang sudah sangat dikenal mengenai mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus, tepat pada waktunya (alias Tuhan tidak terlambat). Sangkin akrabnya sama cerita-cerita ini dari kecil di Sekolah Minggu, mungkin kita nggak pernah mikir lebih dalam lagi mengenai kisah ini. Tuhan bikin mujizat, so what gitu lho? Atau, mujizat terjadinya jaman dulu aja, sekarang udah nggak lagi.
Hari pertama, khotbah diambil dari Lukas 5:1-11 di bawah perikop “Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia”. Apa saja syarat untuk mendapatkan mujizat Tuhan?
1. Mau berkorban (ayat 3). Disitu dikatakan bahwa Simon sudah capek semalam-malaman (berusaha) menangkap ikan (nggak dapet apa2 pula, bete banget pastinya!), tapi Yesus meminta Simon untuk bertolak sedikit menjauh dari pantai supaya Ia bisa mengajar orang banyak dari atas perahu. Bayangkan, sudah capek kerja, nggak ada hasil, eehh… disuruh pula nungguin Yesus mengajar. Mungkin sangat masuk akal kalau Simon mau pulang aja dan tidur (atau kalau versi diri sendiri, mending nongkrong nyari kopi atau bir dingin sambil melepas cape), tapi Simon mau mengatasi keadaan fisik dan mentalnya dan mau berkorban, mau dipakai. Kalau Simon milih pulang trus tidur, mungkin dia gak akan dipakai Tuhan secara luar biasa menjadi Rasul.
2. Bekerja keras (ayat 5a). Simon sudah bekerja keras semalaman menebarkan jala. Jadi Simon bukan tipe yang cuma duduk2 trus ngarep rejeki turun dari langit. Dia pekerja keras, dan Tuhan menghargai orang yang berusaha. Ingat, ora et labora. Ada laboranya, bukan ora thok.
3. Taat (ayat 5b). Simon, si nelayan profesional itu, yang mungkin dari kakek moyangnya sudah menjadi nelayan di Galilea, sudah semalam-malaman menebarkan jala tapi tidak berhasil menangkap apa2. Eehh… kok disuruh dia untuk menebarkan jala lagi? Nelayan menangkap ikan di malam hari, bukan siang. Kalau malem aja nggak dapet apa2, masakkan siang bisa dapat? Begitu kan logikanya? Simon bisa saja bilang, Yesus, engkau adalah tukang kayu, emangnya ngerti soal menangkap ikan? Tapi Simon tidak melakukan itu. Sebaliknya dia berkata, “karena Engkau menyuruhnya, maka aku akan menebarkan jala juga”. Taat. Walaupun secara manusia dia mungkin pengen garuk2 kepala pake jangkar sangkin absurdnya instruksi itu, tapi dia taat. Karena dia taat, mujizat terjadi.
4. Tidak egois (ayat 7). Simon, yang semaleman nggak nangkep apa2 itu, tiba2 ketiban untung mendapatkan tangkapan yang luar biasa. Secara manusiawi, bisa saja dia berpikir, ah ini emang rejeki saya…. buat saya semua. Tapi Simon, setelah mendapat mujizat yang luar biasa, tidak egois. Dia memanggil teman2nya di perahu lain untuk membantu menarik jaringnya. Di ayat 6 dikatakan kalau jaring mulai koyak karena banyaknya tangkapan. Kalau Simon egois dan kekeuh menarik sendiri, dijamin jaringnya koyak beneran dan ikannya lepas lagi. Tidak egois, berbagi mujizat, berbagi berkat yang dari Tuhan.
5. Kerendahan hati (ayat 8). Ketika Simon melihat semuanya itu, tersungkurlah ia di depan Yesus dan berkata, “Tuhan, pergilah daripadaku karena aku orang berdosa”. Menurut Pdt Andreas, tersungkur ini adalah salah satu unsur yang semakin jarang dari kekristenan masa kini. Disini saya berasa tertampar. Jangankan tersungkur, curhat sama Tuhan pun saya jarang.
6. Penyerahan hidup (ayat 11). Mereka, yaitu Simon dan teman2 nelayannya, kemudian meninggalkan segalanya lalu mengikut Yesus. Nah, kalau sudah menikmati mujizat sekali, dan ingin seterusnya mengalami mujizat dan menjadi saluran berkat, tentunya harus mengikut Yesus. Apakah artinya semua orang harus menjadi pendeta atau pengkhotbah? Nggak. Meninggalkan segalanya itu berarti meninggalkan dosa lama, kebiasaan lama, sifat lama, dan mengikut Yesus dalam artian menjadi semakin seperti Yesus dalam kesucian hidup, tingkah laku, dan kematangan iman. Susah? Ember. Perlu usaha dan doa, tapi juga perlu tekat yang mendalam dari kita sendiri.
Inti dari khotbah ini? Kita butuh, butuh, butuh Tuhan dalam suatu keadaan, dan kita menunggu2 campur tangan Tuhan dalam masalah kita. Apakah kita sudah menjalankan 6 poin di atas? Kalau nggak, jangan salahkan Tuhan kalau mujizatnya nggak datang2, karena kita sendiri memang menutup berkat Allah dengan kelakukan kita sendiri. Kalau kata Pak Andreas, Tuhan itu sangat ingin berkarya, bermujizat dalam hidup kita. Masalahnya, kok kita yang nutup2in jalan Tuhan. Nah, salah siapa kalo dibilang ‘telat’?
Hari kedua diambil dari Yohanes 2:1-11, di bawah perikop “Perkawinan di Kana”. Ini mujizat Yesus yang pertama, dan kayaknya paling kurang byar soalnya cuma mengubah air menjadi anggur. Nggak ada orang yang disembuhkan, gak ada roh jahat yang diusir. Cuma dari air menjadi anggur doang, apa istimewanya? Namun menurut Pdt Andreas, ini adalah mujizat yang luar biasa karena menunjukkan kepada kita bagaimana jika kita ingin mengalami mujizat Allah.
1. Hadapi masalah, jangan lari dari masalah. Masalah di perikop ini adalah kekurangan anggur di sebuah pesta perkawinan, padahal baru hari ketiga. Secara tradisi, pesta pernikahan pada masa itu di kalangan orang Yahudi adalah 7 hari. Kalau hari ketiga saja sudah kehabisan, masalah bessaarrr!! Tapi masalah itu, ketika hadir, dihadapi saja, jangan lari dan jangan tutup mata seakan2 masalah tidak pernah ada. Pak Andreas berkata, dalam hidup ini kita mungkin akan mengalami “kehabisan anggur” juga. Mungkin kehancuran finansial, keluarga, dll. Tapi dalam keadaan kehabisan anggur inilah kita bisa mengandalkan resources yang dari Tuhan, karena kalau tidak, kita akan mengandalkan resources dari diri sendiri (tertoyor).
2. Ketika ada masalah, lapor – serahkan pada Tuhan (ayat 3). Ilustrasinya disini, ketika terjadi masalah kehabisan anggur, maka Maria menyampaikannya kepada Yesus. Again, buat orang yang jarang curhat sama Tuhan, ini juga templakan.
3. Kalau mau mengalami mujizat, biarkan Tuhan yang mengaturnya (ayat 4). Jangan memperlakukan Tuhan seperti ‘pawang’ berkat, pawang tolak bala, dll dsb. Tuhan punya waktu dan cara sendiri, kita minta saja dengan berserah kepada Tuhan. Di perikop ini, Yesus mengatakan bahwa waktu-Nya belum tiba.
4. Hanya mengandalkan Tuhan (ayat 5). Sikap Maria, walaupun dikatakan bahwa waktu-Nya belum tiba, nggak langsung mutung (angkat tangan sendiri). Nggak ngambek trus bilang, ya udah kalo nggak mau nolong…. Tidak. Maria bilang kepada pelayan2, apa pun yang disuruh Yesus, lakukan saja. Ini menunjukkan penyerahan diri dan iman yang luar biasa. Yang diandalkan hanya Tuhan, karena emang gak ada lagi resource lain selain Tuhan.
5. Jangan membatasi mujizat Tuhan, karena hanya Tuhan sendiri yang tahu dari mana dan lewat mana Dia mau memberikan mujizat kepada kita (ayat 6-7). Yesus menyuruh pelayan-pelayan untuk mengisi tempayan dengan air. Masalahnya, tempayan itu adalah tempat air buat mencuci kaki. Buset, ini yang habis anggur buat pesta kawinan, lho. Pasti tempatnya bukan tempayan cuci kaki ya…. bisa saja kan pelayan2 bilang, isi buyung air aja deh, jangan tempayan cuci kaki begini. Tapi nggak, mereka mengikuti semua yang diperintahkan Yesus. Dan air dari tempayan yang cuma buat cuci kaki itulah yang kemudian menjadi anggur dengan mujizat Tuhan.
6. Iman dan ketaatan (ayat 8). Pelayan kemudian disuruh mencedok air dari tempayan itu untuk dibawa kepada pemimpin pesta. Kalau secara manusiawi, pelayan2 itu mungkin takut dipecat ya…. masak bawakan air (again, dari tempat buat cuci kaki!) kepada pemimpin pesta yang terhormat?? Nggak masuk akal banget. Tapi mereka taat, dan mereka melakukannya. Pak Andreas bilang, mujizat terjadi ketika air itu dibawa ke pemimpin pesta. Terjadi perubahan, terjadi mujizat, ketika dengan iman dan taat para pelayan itu membawa air kepada pemimpin pesta. Kalau mereka nggak taat dan ragu, mungkin ketika sampai ke pemimpin pesta, air itu tetap adalah air. Mujizatnya nggak jadi, karena kurang iman dan ketaatan.
7. Mujizat itu terdinya untuk kemuliaan Tuhan (ayat 11). Ketika kita menerima mujizat dari Tuhan, kembalikanlah segala hormat, puji dan syukur kepada yang memberi mujizat. Nggak tepuk dada dan bilang, ini karena saya. Nggak. Mujizat itu membuat kita semakin bersyukur dan menyaksikan kemuliaan dan kasih Tuhan.
Nah, itulah resep2nya untuk mengalami mujizat dari Tuhan, sehingga saat ada masalah kita tidak tenggelam sendirian dan marah2 sama Tuhan karena merasa Ia terlambat.
Sungguh firman yang disampaikan 2 hari ini mengingatkan, menegor, dan menempelak saya. Sangat, sangat relevan di saat saya sedang mencari kerjaan. Anggur hampir habis, ingat untuk mengandalkan resources dari Tuhan dan minta mujizat dari pada-Nya.
Begitulah garis besar KKR ini…. dituliskan supaya bisa dibaca2 lagi dan bisa menguatkan lagi di saat sedang butuh mujizat dari Tuhan.
Pengalaman pribadi: Tuhan nggak pernah terlambat dalam hidup saya. On time. Memang anggur sempat habis, tapi Tuhan membuka jalan dan mencukupkan.